Liburan tahun 2013 diawali pada bulan Maret dimana saya kedatangan teman semasa kuliah yang bernama Yofemia ( Femi ) yang datang dari Medan (HORAS! ^^). Femi ingin menghabiskan masa cuti 2 minggunya di Jogja. Seminggu sebelum kedatangan Femi di Jogja, kami membuat daftar tempat wisata yang ingin kami kunjungi. Sebagai tuan rumah yang baik (eaaaa), saya menyarankan beberapa tempat wisata diantaranya menikmati sunrise di Dieng. Rupanya Femi juga tertarik untuk mengunjungi pulau dewata Bali pada minggu kedua liburannya dan meminta saya untuk menemaninya ke Bali, tetapi saya menolak dengan alasan karena saya sudah pernah datang ke sana dan ( lagipula ) tempat wisatanya saya pikir cuma itu-itu saja. Alasan kedua adalah saya akan mengunjungi Pulau Seribu di bulan April – Mei mendatang, oleh sebab itu saya pikir alangkah baiknya apabila tidak terjadi pemborosan di waktu-waktu terdekat. Dan alasan yang paling utama adalah karena saya adalah seorang Aeroacrophobia ( takut tempat tinggi dan terbuka..Dengan kata lain : takut naik pesawat >< ). Namun ternyata alam berkehendak lain. Sepertinya liburan saya bulan ini 1000% direstui Allah S.W.T, mulai dari cuaca, akomodasi hingga teman-teman yang kami temui selama perjalanan kami. Untuk cerita selengkapnya akan saya beberkan diparagraf selanjutnya.
Singkat cerita tibalah Femi dengan sehat dan selamat di bandara Adi Sutjipto Jogja pada hari Rabu 6 Maret jam 4 sore. Rupanya Femi ingin sesegera mungkin menikmati waktu liburannya dan mengajak saya untuk menikmati malam harinya di Malioboro. Saya masih ingat kalimat yang menggebu-gebu diucapkannya kepada saya pada saat kami berada didalam taksi dari bandara menuju rumah “Mit, pokoknya kamu harus temani aku jalan-jalan, jangan capek ya”. Saya berkata “tenang saja, kalo capek ya pijit-pijitan”. Saya sudah khawatir lebih dulu, karena saya memang bukan orang yang kuat jalan-jalan. Malam harinya kami pun meluncur ke Malioboro untuk jalan-jalan dan membeli oleh-oleh. Namun karena masih banyak barang yang belum didapat, dan waktu telah menunjukkan jam 9 malam, kami pun menunda pencarian oleh-oleh hingga keesokan harinya.
Selain Malioboro, pantai Parang Tritis juga berada dalam daftar wisata yang ingin dikunjungi teman saya selama berada di Jogja. Kamis (7/3) jam 5 pagi, kami pun berangkat ke pantai Parang Tritis untuk menikmati pagi hari kemudian dilanjutkan ke Malioboro untuk melanjutkan membeli oleh-oleh yang tertunda. Kami mengelilingi Malioboro sampai jam 1 siang. Kemudian pulang untuk siap-siap berangkat ke Dieng jam 9 malam nanti. Perjalanan ke Dieng memakan waktu 4 jam perjalanan dengan menggunakan mobil dan saudara sepupu saya sebagai sopir.
Hari Jumat (8/3) jam 1 malam dalam perjalanan kami ke Dieng, kami agak tersesat. Bahkan tekhnologi GPS pun tak banyak membantu ( iya, karena GPS mengarahkan kami kejalur sempit alternatif dan menyesatkan! ). Kami pun memanfaatkan teknologi TPS ( Tanya Penduduk Sekitar). Untung saja kami menemukan Rumah Sakit yang masih terang benderang walaupun sepi tak ada pasien. Di sebelah RS tersebut terdapat warung kecil yang masih dalam keadaan buka. Rupanya penjaga warung tersebut sedang menonton sepak bola di layar kaca ( makanya belum tidur ). Kami pun bertanya tentang tujuan kami. Setelah mendapatkan petunjuk yang akurat, kami bertiga melanjutkan perjalanan. Tujuan yang kami cari adalah Gunung Sikunir, tempat untuk melihat Golden Sunrise dari puncak bukit. Setelah kebingungan mencari arah dalam kegelapan (Dieng gelap tanpa penerangan jalan), dan melewati jalan naik turun bebatuan kami pun tiba di bawah gunung sikunir. Disitu terdapat areal parkir yang luas tapi tanpa penerangan sehingga kami hanya dapat mengandalkan lampu dari mobil. Kami tiba dilapangan parkir jam 3 pagi bersamaan dengan sebuah mobil pendaki lain. Dengan udara dieng yang dinginnya menusuk tulang, saya dan Femi memutuskan untuk tetap berada di dalam mobil hingga tiba waktu kami untuk mendaki bukit. Walau sudah memakai jaket, sarung tangan, kaos kaki, topi kupluk, dan selimut besar dan tebal kami pun masih merasa kedinginan. Jam 4 pagi pun tiba, bersama pemandu dan 4 orang pendaki lain, kami pun memulai perjalanan menuju puncak bukit. Dipuncak terdapat dua pos. Pos pertama lebih rendah dari pos kedua dan kami memilih pos kedua yang berjarak beberapa ratus meter ke atas dari pos pertama karena kata pak pemandu pemandangan lebih indah terlihat dari pos kedua. Perjalanan dari lapangan parkir ke pos kedua kami tempuh 30 menit dengan medan berbatu, suasana gelap hanya ditemani 4 lampu senter, becek, licin, berlumut dan kiri kanan semak-semak yang basah karena embun. Karena sunrise muncul sekitar jam 05.30 kami pun menunggu hingga kami kedinginan. Tak adanya bangunan pelindung dari angin puncak, membuat saya dan Femi menggigil ( tips: kalo mau mendaki bawalah sarung tangan ganti, minuman hangat, selimut walaupun tipis, dan api serta sumbunya. Kalo kuat bawa kompor gas, bawa saja daripada kedinginan di puncak bukit). Hingga jam 6 pagi matahari pun belum muncul karena tebalnya kabut. Walaupun matahari masih malu-malu, (dengan tangan kebas dan gigi bergemeletuk) tetep dong kami narsis ria. Oh iya, sementara menunggu Sunrise, saya dan Femi berkenalan dengan 2 dari 4 orang pendaki yang telah saya sebut sebelumnya. Mbak Desi, Mbak Echa ( dan dua orang lagi mas-mas yang saya tidak tahu namanya ). Mereka berempat merupakan satu rombongan. Di atas, kami pun foto-foto ria perseorangan maupun grup. Jam 06.30 Pemandangan mulai tampak. Sebagai fans berat keindahan alam, saya pun ber ‘Oh Waw’ ria menikmati indahnya kreasi Tuhan semesta alam. Setelah menuruni bukit dengan medan yang berbatu dan licin, tibalah saatnya kami berpisah dengan mbak dan mas itu. Femi dan mbak Echa bertukar pin BB berjanji untuk saling mengirimi foto hasil jepretan kami di puncak . Setelah puas menikmati keindahan alam Dieng ( Gunung Sikunir dan Candi Arjuna ), kami pun pulang ke Jogja jam 10 pagi . Perjalanan pulang kami tempuh dengan waktu 5 jam.
Hari sabtu tiba, kami memanfaatkan waktu dengan bersantai dan melakukan persiapan kami ke Bali pada hari minggu malam ( Yup! akhirnya kami pun akan pergi ke pulau dewata Bali ).
Hari minggu (10/3) jam 11 malam waktu Bali sampailah kami di Bandara Ngurah Rai ( tak perlu saya ceritakan bagaimana takutnya saya berada di dalam pesawat). Kami langsung menuju penginapan di daerah Kuta untuk beristirahat di antar oleh bli Kadek ( sopir wisata kami untuk hari Rabu mendatang ).
Senin (11/3) pagi pun tiba. Rencana kami hari ini adalah mengunjungi pantai Kuta dan Garuda Wisnu Kencana. Setelah sarapan di penginapan, kami pun menyewa motor. Saya baru tahu, kebanyakan motor yang disewakan merupakan motor matic dan saya belum pernah sekalipun mengendarai motor matic. Dengan modal nekat, kami (saya sebagai pengemudi, Femi pembonceng) akhirnya mengendarai motor tersebut dan begitu keluar dari penginapan, kami hampir menabrak trotoar dan mobil sekitar. Jarak penginapan dan pantai Kuta tidak jauh hanya sekitar beberapa ratus meter. Saya memanfaatkan jarak tersebut untuk membiasakan diri saya dengan si matic. Begitu pusingnya saya mengetahui kaki kiri bukan lagi untuk memindah gigi motor, dan kaki kanan tidak lagi berfungsi sebagai rem. Sangking takutnya, saya pun membawa si Matic dengan kecepatan siput ( biar lambat asal selamat sampai pantai hahaha ). Setelah beberapa menit kemudian tibalah kami di pantai Kuta. Pantai yang indah dan cuaca yang cerah. Subhanallah tak lupa saya memuji dalam hati hasil kreasi-Nya. Setelah puas di pantai Kuta, kami pun melanjutkan perjalanan ke GWK ( Garuda Wisnu Kencana) dengan diawali dengan bertanya arah pada tukang parkir pantai Kuta. Tidak susah bepergian dengan motor di Bali karena disana banyak petunjuk arah. Dan kalau bingung kita dapat bertanya arah pada penduduk sekitar yang ramah. Akhirnya setelah beberapa menit kemudian, saya pun bisa menaklukkan si Matic dengan menaikkan kecepatannya. “Cieeh yang sudah bisa ngebut” kata Femi. Saya pun tersenyum. Sangking enaknya mengendarai motor matic, saya pun tak sengaja melanggar lampu lalu lintas yang berubah dari lampu kuning ke merah di pertigaan jalan raya menuju daerah Uluwatu dan GWK (aduh! Jangan ditiru). Setelah bertanya sana sini tentang tujuan kami, sampailah kami di GWK. Jalan menuju GWK sangat asri, kami pun sering berhenti untuk foto-foto. Saya pun tertawa berceletuk pada Femi “Sepertinya kita gak bakal sampai ke patung GWK kalo sebentar-sebentar kita berhenti untuk foto-foto” pendapat tersebut disambut tawa persetujuan dari Femi. Setelah puas foto-foto, tibalah kami di lapangan parkir GWK. Kami membeli tiket dan masuk ke dalam. Begitu masuk kami pun foto – foto. Karena kami hanya berdua, kami saling bergantian untuk mengambil foto. Tibalah kami di bagian kepala sang patung garuda. Pada saat saya mengambil foto Femi, ada seseorang di samping saya yang menyapa kami ( yang kemudian akan menjadi teman perjalanan kami selama 4 hari kami berada di Bali ). “Berdua aja mbak ? Mau difotoin ?” itulah kalimat pertama yang diucapkan teman baru kami, Yassir, kepada kami. Dengan senang hati, saya pun memberikan kamera HP milik Femi kepada Yassir untuk mengambil foto kami berdua. Kami pun berkenalan dengan Yassir, yang ternyata juga berasal dari Medan (sama seperti Femi) dan seorang diri dalam perjalananannya mengunjungi Bali. Karena sesama orang Medan ( menurut saya sepertinya juga karena mereka sama-sama rendah hati, humoris, dan pandai bergaul) Femi dan Yasir langsung cocok. Femi pun bertanya tentang penginapan yang ditempati Yassir. Ternyata sehari sebelumnya dia pernah menginap di penginapan yang sekarang kami tempati. Tetapi berhubung besok (12 maret) Nyepi, Yassir pun memilih untuk pindah ke penginapan yang ada fasilitas kolam renang yang berjarak 100 meter dari tempat kami menginap ( pada saat Nyepi, berenang masih diperbolehkan ). Selain ada kolam renang, tarif permalamnya lebih murah. Itulah mengapa kami berniat untuk pindah ke penginapan yang Yassir tempati. Setelah dari GWK, kami pun menuju penginapan kami untuk check out dan pindah sebelum jam 12. Singkat cerita, kami pun pindah ke penginapan baru dan menempati kamar yang bersebelahan dengan kamar Yassir. Setelah beberes barang-barang di penginapan, kami bertiga melanjutkan mencari makan siang. KFC daerah Kuta menjadi tujuan kami. Sehari sebelum Nyepi, kegiatan di Bali berkurang mulai jam 12 siang karena sore hingga malam ( bahkan ada yang sampai jam 2 pagi ) akan diadakan festival Ogoh – Ogoh. Setelah makan siang, kami bertiga balik ke penginapan untuk istirahat dan kemudian melanjutkan untuk melihat festival sore harinya.
Jam 5 sore, kami bertiga keluar penginapan menuju tempat iring-iringan ogoh – ogoh di Jalan Legian. Legian rupanya sudah tumpah ruah oleh turis asing maupun lokal yang ingin ikut menyaksikan kemeriahan dari festival tersebut. Terdapat bemacam-macam ukuran, bentuk dan warna ogoh-ogoh yang masih diletakkan di sepanjang jalan Legian. Setelah selesai menikmati berbagai macam bentuk Ogoh-ogoh kami pun bergegas ke Pos tempat atraksi yang beberapa menit lagi akan dilaksanakan. Begitu sampai di Pos atraksi kami pun mengambil tempat yang paling strategis untuk melihat atraksi. Tempat duduk hanya disediakan untuk para tamu undangan. Dan para penonton telah ramai dan berbaris duduk di trotoar dan pinggir jalan raya. Kami bertiga duduk di bawah trotoar lebih tepatnya duduk beralaskan aspal (tetapi sangat strategis). Akhirnya acara dimulai dengan sambutan dari ketua acara sebagai pembuka. Inilah kali pertama saya melihat secara langsung festival Ogoh – Ogoh yang ternyata keren dan mengagumkan . Kreativitas pemuda dan pemudi Bali benar-benar tertuang dalam festival ini. Baik dari musik, cara penyajiannya, maupun bentuk Ogoh-Ogoh tersebut. Saya bahkan mengagumi salah satu peserta yang menggabungkan musik bali, musik timur papua, cerita rakyat, musik hip hop dan gerakan modern dance ala barat. Mungkin hanya peserta yang satu ini yang membuat saya bertepuk tangan dan berteriak keras hingga hampir habis suara. Ahh…pokoknya festival ini keren banget.
Karena kurangnya pengetahuan kami tentang adat Bali, percakapan kami pun disela oleh seorang anak lelaki remaja penduduk lokal yang duduk tepat di depan kami ( mungkin anaknya gemes terhadap ketidaktahuan kami >_<) dan menjelaskan semua hal yang kami tanyakan tentang festival ini ( makasih dek atas keramahan menjawab pertanyaan kami ^^ ). Waktu menunjukkan jam 11 malam, Ogoh – ogoh terakhir telah ditampilkan dan penonton mulai bersiap untuk pulang berisitirahat. Kami pun berdiri dan pergi untuk mencari makan malam. Karena disitu terdapat Rumah Makan Padang, akhirnya kami memutuskan untuk makan makanan Padang. Perlu diketahui bahwa Femi sangat anti dengan masakan padang. Karena menurutnya masakan Padang sering dipanasi hingga berhari-hari dan itu sangat menjijikkan. Namun karena kami semua sudah lapar dan besok adalah hari Nyepi ( dimana manusia dilarang berkeliaran apalagi masak dan membuka tempat makan), akhirnya Femi menyerah dan ikut makan juga (hahaha). Setelah makan malam, kami pun balik ke penginapan dan beristirahat.
Hari Selasa, hari Nyepi. Saat dimana biasanya kawasan 24 jam ramai dan terang benderang sekarang berubah menjadi kota mati. Seharian itu kami isi dengan makan tidur baca buku kemudian tidur, bangun makan baca ngobrol sama tetangga (Yassir dan kawan-kawan). Benar – benar hari yang membosankan dan sangat tidak produktif bagi turis seperti kami. Malam pun tiba, kami mematikan lampu kamar. Suasana gelap tersebut saya isi dengan makan dan tidur. Sedangkan Femi mengisi waktunya dengan ngobrol dengan orang-orang baru dan menentukan tempat wisata untuk keesokan harinya.
Hari rabu pun tiba (YAY!! Nyepi berakhir). Kami bersiap untuk perjalanan jauh ke daerah Kintamani dan sore harinya menikmati sunset di Tanah Lot. Dari dua orang kemudian berubah menjadi sepuluh orang. Kami pun menyewa 2 mobil. Masing-masing mobil diisi 5 orang. Tarif permobilnya dikenai Rp 450.000 sehingga biaya perorang Rp 90.000. Pemandu wisata kami adalah sopir kami yang bernama bli Kadek dan bli Gede yang merupakan kembar adik – kakak. Tujuan kami pertama adalah melihat koleksi Batik. Saya lupa nama tempatnya. Tapi sebagai warga Jogja, batik sudah merupakan hal biasa bagi saya. Setelah kami puas melihat-lihat, kami pun melanjutkan perjalanan ke Tampak Siring tetapi ternyata tutup. Kemudian kami melanjutkan ke Tirta Empul. Begitu kami tiba disana, tempat wisata tersebut telah ramai oleh turis lokal maupun manca, dan warga bali yang sedang melakukan upacara keagamaan. Foto – foto, tentu saja tak lupa kami lakukan. Setelah puas di Tirta Empul, kami pun melanjutkan perjalanan ke Danau Batur. Cuaca yang cerah dan angin yang sejuk menyambut kami begitu turun dari mobil. Di trotoar sudah terdapat banyak turis dan penjual yang menjajakan barang dagangannya yang berupa gelang, ikat rambut dan lainnya. Kami pun berpuas diri narsis ria dengan latar belakang Danau Batur . Sekali lagi saya memanjatkan puji-pujian atas ciptaan Allah S.W.T . Setelah puas menikmati indahnya danau Batur, kami melanjutkan perjalanan ke suatu tempat perkebunan kecil yang didalamnya terdapat binatang luwak. Karena saya belum pernah melihat binatang Luwak secara langsung, saya pun tertarik untuk secepatnya bertemu binatang terebut. Kami diajak pemandu perkebunan untuk melihat macam-macam pohon yang mereka rawat mulai dari kopi, salak, vanili, kayu manis dan lainnya. Begitu saya dan rombongan sampai di kandang luwak, ternyata si Luwak sedang tidur ( saya baru tahu Luwak tidur dengan mata terbuka ). Saya pun tak lupa untuk mengambil gambar si Luwak ( foto Luwak pertama saya ) . Setelah diberi penjelasan tentang proses pengeringan dan pemasakan kopi, kami diberi tester 5 macam minuman: Bali Coffee, Bali lemon tea, Bali ginger tea, Bali gingseng coffee dan Bali cocoa . Saya memilih Bali gingseng coffee, karena warnanya yang menyerupai coffee moka. Rasanya ternyata sungguh lezat, mengingatkan saya akan rasa suatu produk yang tersedia di rumah yang memang menjadi minuman favorite saya. Selain Bali gingseng coffee, saya juga penasaran dengan Bali coffee. Dan setelah mencoba rasanya ternyata sangat pahit ( Ya iyalah, rupanya saya lupa untuk menambahkan gula ). Setelah mencoba tester dan membeli produknya, kami pun melanjutkan perjalanan untuk mencari makan siang. Dan rupanya rombongan mobil yang satunya lagi memilih untuk berhenti makan siang di ( TERERENG……) Rumah Makan Padang!! Sambil terkejut, saya dan Yassir langsung melirik Femi dan saya langsung menyanyikan lirik lagu Cherry Belle ” Don’t cry, don’t be shy” untuk Femi sambil tertawa-tawa. Dan saya pun menepuk-nepuk bahunya agar tabah hahahaha….
Setelah selesai makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke Tanah Lot. Kami tiba di Tanah Lot pada jam 4 sore. Cuaca yang cerah memberi kami harapan akan datangnya Sunset yang mengagumkan. Saya, Femi dan Yassir tak membuang-buang waktu untuk segera menikmati indahnya pemandangan Tanah Lot. Kami bertiga langsung menuju ke tepian pantai yang berada agak jauh dari pura agar kami mendapatkan spot yang bagus untuk sunset nanti. Matahari tenggelam pada jam 18.30 yang berarti kami bertiga berpanas-panas ria selama 2 jam. Selama menunggu sunset, kami mengisi waktu dengan foto-foto narsis dan mencari tempat istirahat yang teduh agar tidak terlalu capek . Akhirnya sinar mataharipun mulai melemah, kami keluar dari tempat berteduh untuk mengabadikan indahnya pemandangan. Tak lupa saya memanjatkan puji-pujian kepada-Nya sementara saya mengambil setiap gambar . Subhanallah Alhamdulillah segala puji bagi Allah sehingga saya dapat menghasilkan foto-foto yang indah.
Kami menikmati pemandangan Tanah Lot hingga jam 7 malam. Setelah dari tanah lot, kami melanjutkan perjalanan ke pusat oleh-oleh 24 jam KR*SH*A. Harga yang ditawarkan di toko tersebut murah meriah, tempatnya luas, adem dan suasananya pun menyenangkan. Rupanya mereka memiliki suatu lagu khas yang dipasang di speaker-speaker selama toko buka. Sebagai fans berat lagu instrumental, saya pun langsung menyukai lagu tersebut. Setelah puas melihat-lihat dan belanja, kami pun pulang ke penginapan dan beristirahat.
Hari Kamis pun tiba. Sehari sebelumnya kami bertiga telah berencana untuk mengunjungi pantai Sanur jam 5 pagi. Namun karena Yassir kecapekan, akhirnya yang pergi hanya saya dan Femi. Perjalanan kami mulai pada jam 05.20 dengan menyewa motor dari penginapan ( sudahkah saya menyebutkan bahwa pada akhirnya saya ketagihan menggunakan matic ? belum ? baiklah. Saya mengakui ketagihan naik motor matic ).
Perjalanan kami ke Sanur agak tersesat karena suasana jalan raya masih gelap ( padahal kalo di Jogja jam segitu sudah terang benderang ) ditambah kami tidak tahu arah menuju pantai (sepertinya kami kelewatan melihat plang jalan). Kami banyak bertanya kepada orang-orang mulai dari penyapu jalanan, pemilik warung, hingga orang yang berhenti bersama kami pada saat lampu merah. Untungnya kami sampai di pantai Sanur tepat sebelum matahari mulai menampakkan diri. Tidak membuang-buang waktu kami pun langsung mengambil foto-foto. Tak lupa saya berterima kasih kepada-Nya atas cuaca yang luar biasa cerah dan pemandangan yang indah.
Setelah puas foto-foto, kami pun melanjutkan perjalanan ke Tanjung Benoa ( perjalanan dari ujung ke ujung ). Perjalanan kami tempuh dengan waktu satu jam. Begitu kami sampai di Tanjung Benoa, yang kami lihat adalah hotel-hotel megah. Dan disisinya terdapat jalan-jalan kecil menuju ke pantai. Frustasi karena sulit menentukan jalan mana yang akan kami lewati akhirnya kami bertanya kepada orang yang berada di tepi jalan. Rupanya orang tersebut membawa tangki oksigen untuk diving. Setelah menujukkan jalan masuk yang besar, kami pun menuju kesana. Tetapi kira-kira 100 m dari jalan raya, kami langsung berbalik dan pulang karena Femi memutuskan untuk tidak jadi main watersport dan selain itu rupanya mas-mas yang membawa tangki oksigen tadi memanggil-manggil kami ( mungkin orang tersebut adalah pemandu wisata untuk watersport ) kami pun ketakutan dan kabur (HAHAHA…mungkin hal yang berbeda akan terjadi apabila Yassir juga ikutan).
Dari tanjung Benoa kami pun balik ke penginapan untuk sarapan. Jam 09.30 setelah sarapan, saya dan Femi langsung menuju ke toko Joger untuk membeli oleh-oleh. Pulang dari Joger saya dan Femi beristirahat karena kami bertiga ( saya, Femi, Yassir ) berencana untuk pergi ke daerah Uluwatu sore harinya.
Jam 2 siang. Sebelum ke Uluwatu kami bertiga memutuskan untuk makan siang dulu. Makan siang kali ini adalah Ayam Betutu dan Sate Lilit ( penulis menjadi ngiler lagi ). Makan siang di share bertiga, per orang Rp 30.000. Setelah kenyang, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pantai Dreamland. Medan jalan yang agak tanjak dan berkelok kelok membuat jantung saya sempat cenat cenut. Akhirnya kami tiba di jalan masuk menuju pantai Dreamland. Jalan masuknya sungguh asri dengan terdapat patung-patung besar disetiap belokan jalan. Setelah bertanya sana sini, sampailah kami di pantai Dreamland. Karena cuaca mendung dan banyak wisatawan, kami pun tak begitu tertarik untuk berlama-lama berada di pantai tersebut. Sepuluh menit kemudian, kami pun keluar dari parkir wisata pantai kemudian melanjutkan perjalanan ke Uluwatu (Parkir mahal euy, Rp 5000 per motor ck ck ). Perjalanan dari pinggir pantai ke jalan raya kami isi dengan foto-foto bersama patung besar. Setelah foto-foto, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pura Uluwatu.
Jam 5 sampailah kami di Pura Luhur Uluwatu. Setelah membayar tiket masuk Rp 15.000 per orang dan memakai sarung / ikat pinggang, masuklah kami ke dalam. Di dalam terdapat banyak monyet dengan tingkat kejahilannya tinggi. Agar tidak terjadi kehilangan apa-apa, tas ransel saya letakkan di bagian depan badan. Sebelumnya saya tidak tahu tempat apa ini, dan apa saja yang terdapat di dalamnya. Tetapi begitu masuk ke dalam, Subhanallah disitu terdapat Pura dengan panorama dengan latar Samudra Hindia yang indah. Rupanya tempat itu juga menghadirkan tari Kecak. Dan untuk melihat pertunjukkan tari Kecak diharuskan membayar tiket pertunjukkan sebesar Rp 70.000. Kami bertiga berpuas-puaskan diri untuk mengabadikan pemandangan hingga ke ujung jalan yang menyerupai tebing dimana terdapat banyak monyet yang berkumpul. Bahkan botol air minum Yassir dirampas oleh makhluk kecil berbulu itu. Rupanya si monyet sedang kehausan. Cuaca pun berubah menjadi cerah. Saya dan Yassir memutuskan bahwa pemandangan sunset dari tempat ini pasti sangat menarik. Namun karena medan untuk pulang agak mengerikan, saya tidak berani menunggu hingga waktu sunset tiba karena kami akan gelap-gelapan di jalan dalam perjalanan pulang. Akhirnya dengan perasaan kecewa kami pun turun dari Uluwatu. Cuaca cerah dan sunset sedang menunggu kami. Kami bertiga tak kehilangan ide. Kami memutuskan tempat untuk melihat Sunset adalah Kuta. Namun saya berfikir, daerah Jimbaran juga merupakan pantai yang sejalur dengan pura Uluwatu dan pasti sunsetnya juga akan menarik. Dan melajulah kami menuju daerah jimbaran. Begitu sampai di pantai Jimbaran, rupanya Yassir memiliki ide yang menarik yaitu melihat sunset dari atas. Melajulah kami dari tempat makan Jimbaran menuju ke atas. Dengan mengikuti jalan beraspal yang bertanjak dan berkelok-kelok kami pun mencari tempat tersebut. Di jalan raya, kami bertemu dengan rombongan motor anak remaja lokal yang rupanya juga ingin melihat sunset dari atas. Dengan sifat mudah bergaul yang Yassir miliki, kami pun mengikuti rombongan remaja tersebut hingga kami tiba di suatu tempat yang sangat indah. Namun area tersebut dipagari agar tidak banyak orang yang bisa melewati tanah milik individu tersebut. Rombongan remaja tersebut ( secara tersirat ) memberi tahu kami kalau di ujung tembok pembatas tersebut ada celah yang dapat dilewati orang. Celahnya berada di antara tembok dan tebing yang curam. Femi dan Yassir dengan rasa takutnya yang menunjukkan nilai hampir Nol duluan melewati celah tersebut (-_-). Sedangkan saya benar-benar was-was melewatinya. Namun tak sia-sia melewati celah tersebut. Didalam pagar pembatas tersebut terdapat tempat yang luas dan indah untuk bersantai. Dengan semak dan rumput-rumput yang subur. Bahkan di bagian di bawah ( rupanya ada jalan menuju ke bawah ke tepian pantai ) ada yang sedang melakukan foto prewedding. Pemandangan yang sungguh menakjubkan.
Subhanallah, hari terakhir kami di Bali benar-benar luar biasa. Tempat yang tenang dengan matahari dan samudera yang indah. Kami pun berpuas diri menikmati hari terakhir kami. Setelah matahari menghilang di balik samudera, kami pun turun ke bawah. Dan karena masih ada oleh-oleh yang belum sempat kami beli, maka kami berniat untuk sekali lagi datang ke pusat oleh-oleh 24 jam KR*SH*A. Yang saya rasakan aneh adalah, saat berhenti di lampu merah di perempatan menuju toko tersebut saya mendengar sayup-sayup musik instrumental khas toko tersebut. Disebelah kanan kami terdapat mobil. Lalu saya berfikir apakah mobil ini yang memasang lagu tersebut. Lampu LaLin pun berubah hijau. Sampailah kami bertiga di toko tersebut. Begitu masuk di dalam toko, saya langsung mengatakan pada Femi kalau di perempatan lampu merah tadi saya mendengar musik toko ini. Lalu saya bertanya apakah dia mendengarnya juga tadi ? dan Femi pun menjawab tidak. Baiklah kalau begitu, berarti saya yang mungkin salah dengar. Saya pun bertanya-tanya apakah lagunya mengandung kekuatan mistik agar turis kembali dan kembali lagi kesana? Entahlah. Tetapi semenjak hari itu lagunya terngiang-ngiang dikepala saya bahkan hingga saat saya menulis pengalaman saya ini. Setelah puas berbelanja kami bertiga menyempatkan diri untuk makan malam di pinggir jalan. Ternyata makan disini mahal ya. Seporsi nasi tempe penyet Rp 9000, dan Es Teh Rp 3000 total Rp 12.000. Kalau di Jogja tempe penyet satu porsi Rp 3000 tambah Es Teh Rp 1000 total Rp 4000. Setelah kenyang kami pun kembali ke penginapan dan menikmati hasil jepretan kami selama di Bali. Setelah puas menikmati foto-foto, saya dan Femi membereskan barang-barang dan beristirahat karena besok ( Jumat, 15 Maret ) pagi kami sudah harus berada di Bandara untuk pulang ke Jogja.
Hari Jumat. Waktunya kami kembali ke Jogja. Kami keluar dari penginapan jam 08.15 karena pesawat yang kami tumpangi akan berangkat jam 10.30 WITA. Setelah berpamitan dengan Yassir, kami pun berangkat ke Bandara ( pesawat yang Yassir tumpangi berangkat jam 13.30 menuju Surabaya. Kemudian dia akan melanjutkan perjalanannya ke Gunung Bromo dan Jogja..IRI!! >_<).
Jam 11 WIB, sampailah kami di Jogja ( tak perlu saya ceritakan bagaimana takutnya saya berada di dalam pesawat ). Rupanya Femi masih ingin menuju ke Malioboro untuk membeli oleh-oleh yang belum sempat terbeli. Walaupun kaki tangan capek, dengan Koyo ditempel dan balsem dioleskan dimana-mana, semangat Femi untuk membeli oleh-oleh masih tetap menyala ( ternyata saya masih lebih kuat dari Femi..Hahaha ). Setelah selesai membeli oleh-oleh, check in di tempat pemesanan tiket, dan makan soto Klebengan akhirnya kami kembali ke rumah. Overweight bagasi pesawat untuk Femi kembali ke Medan itu sudah pasti.
Hari sabtu jam 03.30 pagi kami pun bangun. Pesawat yang Femi tumpangi akan berangkat jam 06.50. Dengan menggunakan taksi yang sudah dipesan kami pun berangkat dari rumah menuju bandara pada jam 5 pagi. Setelah suasana haru akhirnya kami pun berpisah. Dan Liburan kami bulan ini telah berakhir secara resmi.
Adapun nama-nama julukan yang didapat selama kami berada di Bali. Femi dijuluki Butet oleh pak Jombangli ( salah seorang tamu penginapan. Jombangli juga merupakan singkatan yg diberikan Femi untuk bapak tersebut ), Yassir dijuluki Togar, dan saya sendiri berubah nama menjadi Ayunda dari Fakultas Pertanian UII Jogja ( perlu diketahui bahwa tidak ada Fakultas Pertanian di UII…hahaha).
Dan percakapan lucu yang paling teringat oleh saya antara Femi dan Yassir:
( Hari Rabu dan Kamis, setelah Nyepi ),
Yassir : ” Kak, makan di mana kita ? makan di Padang ?” *sambil tertawa-tawa* dan disambut oleh ketidak setujuan Femi
Pas Nyepi ( hari selasa ),
Femi : ” Sir, ayo kita berenang? “..Rupanya si Yassir sudah berenang dan Femi tidak berenang dikarenakan dari pagi sampai malam kolam renang penuh oleh tamu penginapan.
Hari Rabu,
Femi : ” Sir, ayo berenang kita sehabis pulang dari jalan-jalan?”…Entah mengapa Femi pun menunda untuk berenang. (-_-)
Hari Kamis malam setelah pulang dari daerah Jimbaran,
Femi: ” Sir, berenang kita ?” *sambil tertawa-tawa* dan disambut celetukan oleh Yassir : “Ah. Kakak banyak cerita” ( dan saya pun hanya bisa tertawa mendengar percakapan dua orang ini ). Soalnya dari pertama menginap, Femi telah bertekad untuk mencoba kolam renang penginapan namun tidak kesampaian ( antara malu banyak orang dan malas ) hingga waktunya kami kembali ke Jogja.
Sejujurnya saya tidak merindukan Bali, tetapi saya pasti akan merindukan kebersamaan dan petualangan selama kami berada di sana. Seandainya kami balik ke sana lagi, saya yakin semua tak akan pernah sama. Selamat tinggal petualangan di pulau dewata Bali. Kami akan selalu merindukanmu.
Penulis ingin berterima kasih kepada :
– Allah S.W.T atas dimudahkan perjalanan kami.
– Keluarga kami masing-masing atas doanya.
– Temanku Yofemia S. D atas semua akomodasinya selama di Bali.
– Teman kami Yassir Harahap, karena tanpa dia saya yakin petualangan saya dan Femi tidak akan se-menyenangkan ini.
Untuk foto-foto saya lainnya kunjungi Flickr saya
Penulis
Hidayaty Emita